Kontroversi Sebuah Efek Iklan Di Indonesia

Sebenarnya, kontroversi sekitar persoalan efek pasang iklan kian flamboyan sejak diproklamirkannya hasil penelitian ‘’Pengaruh Iklan TV Swasta terhadap Pola Konsumsi Anak’’ oleh LP2K Semarang (Kompas, 10 Februari 1995). Sehari kemudian, harian Kompas (11 Februari 1995) menayangkan opini bertajuk ‘’Cara Penayangan Iklan yang Etis’’. Benang kusut seputar dampak iklan pada masyarakat dan kebudayaan, didasarkan pada kenyataan bahwa iklan memiliki pengaruh pada perilaku individu, sosial bahkan kesenjangan sosial. Kekhawatiran umum terutama bersendi pada pendapat bahwa motivasi memperoleh keuntungan merupakan motif utama dari aktivitas periklanan yang dengan sendirinya akan menyebabkan manipulasi-manipulasi informasi dan menimbulkan kultur konsumtif.

Terlepas pro dan kontra dari fenomena tersebut, yang pasti, para psikolog sosial dan peneliti komunikasi massa sudah lama mengetahui bahwa secara kejiwaan iklan dapat memotivasi perilaku dan mengubah apa yang sebelumnya hanya sekadar keinginan (wants) menjadi kebutuhan (needs). Bahkan lebih jauh lagi, iklan dapat menciptakan keinginan-keinginan baru dengan terus menerus mengarahkan hirarki kebutuhan konsumen. Kenyataan semacam itu dipertegas lagi lewat kritiknya Guy Debord yang dikemas dalam Society of the Spectacle. Menurut pemikir Perancis seperti disitir Yasraf Amir Piliang (1998:300) mengatakan, iklan, televisi, media cetak dan pameran dagang, kini tidak lagi sekadar wacana untuk mengkomunikasikan produk dan trend baru. Tetapi lebih berkembang menjadi sebentuk tontonan massa. Maka, wacana produksi dan konsumsi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, adalah sebuah teater konsumerisme. Dengan mal sebagai panggung katedralnya, iklan sebagai media komunikasinya, konsumen sebagai aktornya dan gaya hidup sebagai temanya.

Pada gilirannya, perang melawan iklan pun meletus. Masing-masing kubu berseteru untuk mempertahankan kepentingannya sendiri. Lalu para pemasang iklan dituduh sebagai creator of dissatisfaction. Karena iklan yang dirancang membentuk unreal picture terhadap kehidupan sehari-hari. Tetapi menurut Tika Bisono seperti dikutip harian Media Indonesia (18 April 1994), pihak pengiklan berkilah perihal tuduhan tersebut.

Sumber : mediaindonesia.com

Temukan semuanya tentang Bisnis & Pasang Iklan: Iklan & Jasa - Iklan Baris & Iklan Gratis – Indonesia

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kontroversi Sebuah Efek Iklan Di Indonesia"