Adapun busana ‘’Manten Encik’’ meski didominasi pengaruh China seperti dijumpai pada kebaya berbahan beludru, tiga jenis pilis (emas, beludru berpayet, dan perak) di dahi, dan sarung tangan, beberapa aksesori lain mengandung simbol keislaman. Contohnya cunduk mentul yang menghiasi riasan rambut mempelai wanita.
Bagian depan, jumlah cunduk mentul-nya lima. Itu menyimbolkan shalat lima waktu. Yang belakang berjumlah 17 dan menyimbolkan jumlah rakaat dari shalat sehari semalam,
Seperti sudah disebutkan, baju gamis yang dipergelarkan sudah mengalami modifikasi. Itu antara lain pada warna dan pola bordirannya. Menurut Tri, warna baju dan kebaya untuk pengantin Semarangan berbahan beludru warna hitam sementara yang disuguhkan berwarna merah menyala. Bordirannya yang umumnya berpola floral, tapi kreasi yang ditampilkan pola ulir-ulir.
Di luar itu, tujuan terpenting pemilihan busana pengantin Semarangan pada ajang sebesar ‘’Parade Busana Daerah, adalah mengenalkan kreasi kultural lokal ke kancah yang lebih luas.Pesan penting lainnya, sebenarnya Semarang punya tradisi berbusana pengantin yang khas. Jadi, tak melulu gaya busana pengantin yang cenderung dipengaruhi budaya Barat seperti kita lihat sekarang. Dan yang khas itu merupakan hasil akulturasi budaya yang panjang dalam sejarah Semarang,
Sumber – suaramerdeka
Temukan semuanya tentang Bisnis & Promosikan Usaha Anda di Iklan Gratis
0 Response to "Akulturasi Busana Pengantin Semarang"
Posting Komentar